Ilustrasi pertambahan penduduk
Beberapa tahun belakang ini pertambahan penduduk di negara-negara berkembang (development country) seperti Indonesia meningkat begitu pesat. Hal ini kerap menjadi isu sosial yang sering diangkat dalam berbagai forum diskusi dan menjadi perhatian berbagai kalangan, tidak terkecuali internal pemerintah. Ironisnya, pertambahan penduduk di bumi nusantara ini dinilai semakin mengkhawatirkan karena tidak diimbangi oleh upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia yang memadai. Hal ini tentu berpeluang besar dalam memicu timbulnya permasalahan-permasalahan sosial yang pada akhirnya juga akan berdampak pada tingkat kesejahteraan masyarakat serta keberlangsungan lingkungan hidup sekitarnya.

Faktor-faktor pertambahan penduduk
Merujuk pada definisinya, pertambahan penduduk dapat diartikan sebagai perubahan populasi sewaktu-waktu yang dapat dihitung sebagai besar perubahan jumlah individu suatu populasi dalam jangka waktu tertentu. Pertambahan penduduk terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berkaitan, meliputi tingkat natalitas (angka kelahiran), mortalitas (angka kematian) dan migrasi (perpindahan penduduk). Apabila natalitas tidak terbendung, sedangkan mortalitas dan jumlah penduduk yang bermigrasi lebih sedikit, maka akan menyebabkan adanya kelebihan penduduk yang diikuti dengan menurunnya daya dukung lingkungan.

Data BPS 2015
Mengutip data BPS (2015), laju rata-rata pertumbuhan penduduk di indonesia dari tahun 2010-2014 sebesar 1.40. Angka tersebut mengisyaratkan bahwa ada pertambahan sekitar 21 juta orang dalam kurun waktu 4 tahun, dari 237 juta di tahun 2010 menjadi 252 juta ditahun 2014. Dari aspek sosial, tambahan penduduk tersebut dalam kurun 15-20 tahun kedepan sangat berpotensi dalam perannya sebagai motor penggerak pembangunan perekonomian negara mengingat sebagian besar dari mereka telah memasuki usia produktif untuk bekerja. Hal ini tentu membawa pengharapan besar bagi tercapainya kesejahteraan masyarakat. 

IPM Indonesia 2015
Kesejahteraan boleh saja diimpi-impikan, namun kondisi nyata dilapangan mengisyaratkan perlu adanya pembenahan, terutama pada kualitas sumber daya manusia masing-masing individu. UNDP (United Nation Development Programme) mencatat bahwa Indeks pembangunan manusia (IPM) Indonesia tahun 2015 sebesar 0.648 (sedang) atau berada di urutan ke 110 dari 188 negara. Indeks  ini sering dikaitkan dengan tingkat kesejahteraan suatu negera karena dalam pengukurannya melibatkan berbagai macam variabel seperti tingkat pendidikan, harapan hidup dan pendapatan perkapita. Hampir semua negara-negara maju memiliki nilai IPM yang sangat tinggi, dan ini membuktikan bahwa untuk mencapai posisi seperti mereka, Indonesia perlu kerja keras dan kerjasama dari berbagi pihak untuk meningkatkan setiap variabel demi terciptanya sumber daya manusia handal.


Bekerja di usia sekolah
Kecenderungan di Indonesia, masih cukup banyak orang yang menganggap bahwa pendidikan itu bukan sesuatu yang penting dan mendesak, terutama bagi masyarakat yang tinggal dilingkungan pedesaan. Selepas usia SD atau SMP, banyak anak-anak yang diminta oleh orang tuanya untuk membantu pekerjaan mereka. Tidak jarang nasib anak perempuan bahkan lebih buruk karena seringkali dijodohkan sehingga pupus sudah kesempatan untuk mengenyam bangku pendidikan ketingkat yang lebih tinggi. Pemahaman pendidikan rendah yang diwariskan orang tuanya bukan tidak mungkin akan diwariskan kembali oleh mereka kepada anak-anaknya kelak. Sehingga kondisi ini tak ubahnya seperti lingkaran setan yang tidak akan pernah berhenti. Pernikahan diusia dini yang juga dibarengi oleh rendahnya kesadaran akan pentingnya penerapan keluarga berencana (KB) akan berpotensi meningkatkan angka kelahiran di desa-desa. Pada beberapa dekade setelahnya, seiring dengan kebutuhan ekonomi yang terus meningkat dan harapan memperoleh penghidupan lebih baik dikota, pada akhirnya akan memicu masalah sosial lain seperti urbanisasi besar-besaran. Keadaan ini jika tidak ditanggulangi dapat membawa dampak serius seperti kurangnya tenaga kerja muda di desa, serta melimpahnya pasokan tenaga kerja yang tidak diimbangi dengan lapangan pekerjaan memadai dikota, sehingga memantik terjadinya permasalahan lain seperti pengangguran dan kriminalitas.

Robot menggantikan peran manusia dalam dunia industri
Perlu diingat, meskipun tersedia banyak tenaga kerja, tetapi kecenderungan dunia industri yang dinamis akan terus mengalami perubahan. Contohnya, sistem sistem padat karya yang selama ini banyak dipakai dengan memanfaatkan banyak tenaga kerja manusia mulai beralih menggunakan mesin atau robot mengikuti perkembangan teknologi. Tentu saja ini akan memangkas lapangan pekerjaan terutama untuk pekerja non skill di level bawah seperti buruh. Selain didasari oleh majunya teknologi, pegantian ini juga sering dipicu oleh tuntutan para pekerja yang  dirasa kurang masuk akal sehingga untuk tetap mempertahankan mereka dalam siklus industri menjadi kurang lagi efektif dari segi bisnis. Maksudnya, jika tuntutan mereka harus terus-menerus dipenuhi, harga barang-barang mau tak mau harus dinaikan akibat mahalnya harga dan upah produksi. Hal ini membuat daya beli masyarakat menurun dan pada akhirnya banyak industri yang memilih untuk gulung tikar. Demi menghindari hal ini, para pelaku bisinis pun tidak punya cara lain kecuali mengurangi jumlah tenaga kerja dan mengganti proses produksi berbasis teknologi demi menekan pengeluaran. Akibatnya, pemutusan hubungan kerja terjadi dimana-mana dan gelombang pengangguran pun semakin marak.

Pemukiman kumus di pinggir sungai
Terjadinya urbanisasi selain menyebabkan ketidakmerataan persebaran penduduk dan berbagai masalah sosial juga berdampak pada kondisi lingkungan disekitarnya. Kita tentu mahfum, dengan banyaknya orang yang berhijrah dari desa kekota dapat memperbesar peluang menurunya kualitas lingkungan. Lahan-lahan terbuka yang sedianya dapat difungsikan sebagai ruang terbuka untuk daerah resapan air, ameliorasi iklim dan habitat satwa pun mulai beralih fungsi dan penggunaan. Fenomena ini dapat diamati di beberapa kota besar dimana ruang terbuka hijau (RTH) kotanya  berada jauh dibawah jumlah ideal (30%) bahkan tak jarang luasnya semakin mengecil. Penyebabnya tak lain karena tingginya permintaan kebutuhan rumah tinggal. Tak jarang, mayoritas pendatang yang tidak memiliki sokongan materi memadai terpaksa memanfaatkan lahan-lahan tak terbangun seperti kolong jembatan, daerah riparian sungai, dan taman-taman kota sebagai tempat tinggal. Lambat laun, tempat-tempat itu pun berubah menjadi area pemukiman kumuh semi permanen. Selain merusak lingkungan beserta habitat flora dan fauna eksisting didalamnya, kondisi sanitasi yang buruk pun turut meningkatkan resiko kesehatan dengan munculnya berbagai penyakit.
Beberapa ilustrasi diatas membawa kita pada kesimpulan bahwa pertumbuhan penduduk Indonesia yang cepat jika tidak diimbangi dengan kesiapan pemerintah dalam upaya membentuk sumber daya manusia berkualitas malah akan mengakibatkan berbagai macam permasalahan yang tidak ada habis-habisnya. Tercapainya kesejahteraan masyarakat yang menjadi cita-cita agung bangsa Indonesia pun boleh jadi hanya akan menjadi impian belaka.

Beberapa data dikutip dari
1. Data terkait BPS (2015) : www.bps.go.id
2. Data IPM : kompas.com 
3. Faktor pertumbuhan penduduk : http://www.berpendidikan.com 
4. Foto diambil dari berbagai sumber meliputi (sesuai urutan foto dari atas) : 1 2 3 4 5 6 7

Tampilan terbaik dapat dilihat menggunakan perambaan firefox untuk windows 10
Tulisan diikutkan dalam lomba blog kependudukan 2016, info www.bkkbn.go.id/kependudukan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar