Cover Munich: The Edge of War


Munich: The Edge of War merupakan salah satu film bertema sejarah yang paling aku suka, setidaknya untuk akhir-akhir ini. Tidak melulu tentang pertempuran di medan perang, film ini lebih mengangkat kisah terkait konferensi Munich pada 30 September 1938. Konferensi itu dihadiri Hitler (Jerman), Mussolini (Italia), Perdana Menteri Prancis Edward Dalaledi dan Nevil Chamberlain dari Inggris. Konferensi ini bertujuan untuk mencari jalan keluar terkait perselisihan antara Jerman dan Chekoslovakia. Dimana saat itu, Jerman menginginkan sebagian wilayah negara itu yang mayoritas dihuni oleh orang-orang Jerman untuk diberikan pada mereka.


Meskipun film Munich adalah film sejarah, namun beberapa karakter utama seperti Legat yang diperankan oleh George Mckay dan Paul oleh Jannis Niewohner, kemungkinan adalah tokoh fiksi yang sengaja diciptakan penulis novel untuk tujuan dramatisasi. Pun demikian hal itu tidaklah mengubah esensi menyangkut peristiwa yang memang terjadi saat itu.


Paul and Legat


Film kolaborasi Inggris-Jerman ini berkisah dari sudut pandang antara 2 sahabat karib (Legat dan Paul) + Lena, ketiganya merupakan alumni Oxford University. Sayangnya, persahabatan itu merenggang dikarenakan ada perbedaan pendapat, terutama terkait pandangan politik yang muncul antara Legat + Lena Vs Paul. Kepergian mereka ke Munchen untuk merayakan kelulusan, malah berakhir dengan pertengkaran, dan berujung perpisahan. Ketiganya lalu putus kontak, hingga beberapa tahun kemudian, sebuah misi rahasia membuka peluang bagi mereka untuk dapat bertemu kembali.


Legat dan Lena in Germany


Legat, Lena and Paul in Munich


Dari sekian banyak scene dalam film ini, yang paling mecuri perhatian tentu saja adalah saat Paul membawa Legat untuk bertemu dengan Lena di rumah sakit, yang ternyata kondisinya saat itu sungguh memperhatikan. Ia mengalami kelumpuhan setelah mencoba kabur dari kamp wanita milik Nazi. Usut punya usut ternyata Lena adalah seorang keturunan Yahudi, sehingga Ia mendapat perlakuan yang kurang manusiawi selama berada di kamp itu.


Lena at the hospital


Scene lain yang patut mencuri perhatian adalah saat Paul dan Legat terlibat dalam suatu pembicaraan yang cukup emosional di dalam mobil. Pembicaraan itu terjadi seusai mereka menjenguk Lena. Mereka berbicara tentang bagaimana nasib mereka selanjutnya, terlebih bagi Paul. Seperti yang kita tahu sendiri bahwa "misi rahasia" yang sedang mereka kerjakan sarat resiko, terutama jika diketahui oleh kaki tangan Hitler. Hal itu berarti keselamatan Paul sedang jadi taruhan, karena secara otomatis, Ia akan dianggap sebagai penghianat Jerman dan kemungkinan akan dieksekusi mati. But you know what, kata "Goodbye" yang diucap Paul dan "I'd miss you" yang dibilang Legat, nyatanya adalah hal paling sedih sepanjang film ini. Kata yang cukup simple tapi punya arti mendalam. Because, we never know what will happen to them if Hitler find out. I mean, it sounds like the last goodbye right? Ibarat kata, gimana sih perasaan sahabat karib yang sudah lama nggak ketemu, sekalinya ketemu sebentar, habis itu malah ngucapin salam perpisahan, yang kita tahu sendiri, bisa jadi itu adalah salam perpisahan terakhir mereka. Belum lagi ingat kondisi Lena yang sangat menyedihkan seperti itu, pasti akan sangat berat bagi Legat untuk meninggalkan mereka di Jerman untuk kedua kalinya.


Paul : "Goodbye"


Legat : "I'd miss you“


Satu-satunya kekurangan dalam film ini mungkin screen time Lena yang terlalu sedikit sehingga terkesan jadi karakter tempelan dan kurang penting. Padahal jika dikulik lagi cerita dia, mungkin akan jadi lebih menarik. But overall, it is a very good movie, 8/10.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar